Dimas
Dimas Seorang manusia yang hobi menulis

Perang Insecure [Cerpen]

Huff… desus seorang wanita yang baru saja menutup jendela gamenya. Tak melangkah dari depan komputernya, dia melanjutkan dengan membuka browser dan membuka email. 

Melihat beberapa pesan dari seorang teman, ia membalas setiap pesannya sambil mengingat bagaimana ia berdebat teman-nya itu.


~ teman, sebutan untuk seorang laki-laki yang ditemui di kelas saat pertama masuk kuliah ~


Laki-laki tersebut bernama Dizi, dia seorang yang sangat insecure mengenai diri-nya sendiri. Tak tahu apa kelebihan dalam dirinya, dan selalu menempatkan diri lebih rendah dari orang lain. Beberapa hari lalu Dizi berdebat dalam sebuah email dengan Anna (wanita yang sebelumnya telah dijelaskan).

Perdebatan panjang dimulai dari Dizi yang tak tau kenapa dia disukai beberapa orang, ia bahkan menyebut jika tak ada kelebihan apapun dalam dirinya. Satu-satunya yang ia banggakan adalah kemampuannya membaca situasi. Dari hal tersebut Anna menjadi jengkel, ia lalu menjelaskan semua hal yang menjadi kelebihan dari Dizi.

“Kamu itu pintar di bidang akademis, kamu juga pintar otak-atik device/teknologi. Foto dan Video-mu itu estetik. Kemudian kamu ingat perdebatan kita kemarin? Kamu kritis banget dalam hal itu. Beberapa hal itu adalah contoh kelebihanmu” Tulis Anna.

Membaca itu, Dizi masih tidak mau menerimanya… “ Aku bukan orang yang pintar, nilaku jelek. Kemudian aku mengotak-atik device ku karena kebutuhan, akan mahal jika aku datang ke tempat service. Selain iitu sudah banyak tutornya di internet, jika berani dan ada alatnya pasti bisa : aku berani karena kepepet. Video dan Foto seperti itu estetik? really? sepertinya tidak.” - Ungkapan mengenai sikap kritis tidak dapat dibantah oleh Dizi, ia tidak tahu alasan apa yang membantahnya.

“Di… kepintaran itu tidak hanya dilihat dari nilai. Iya ada tutornya, tapi kamu mau dan bisa, lalu tugas-tugas yang berhubungan juga kamu handle sendirian… tidak semua orang bisa Di.Video dan Foto yang kamu buat itu bagus Di,,, tidak semua orang bisa se-visual itu.” Balas Anna

“Na... mengenai sikap kritis, absolutely no…I tell u that i make some personality… itu untuk fit ini di lingkungan baru. Jadi itu bukan aku yang sebenarnya.” Lelah membantah mengenai beberapa poin awal, Dizi kembali ke poin mengenai sikap kritis.

“Oh ok.” tak tahu lagi bagaimana membalasnya.

“Udah?”

Perdebatan terus berlanjut hanya untuk mencari kelebihan dari satu orang yang selalu menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain. Hingga sampai di suatu titik Dizi berkata “Sebenarnya ada, i tell u ‘aku laki-laki terpeka’... dalam artian jika aku tidak peka, aku tidak bisa membuat personality sebaik itu.”

“Oh, iya… kamu sensitif.”

Setelah itu Dizi dan Anna memutuskan untuk berganti topik. Mereka membahas berbagai hal dari hal yang sepele hingga yang dalam sekali. Pesan jarak jauh itu terasa menyenangkan bagi mereka meski sering berjeda bahkan hingga beberapa hari tanpa kontak/balasan. Tidak ada yang menuntut untuk langsung dibalas, tapi sering muncul kalimat permintaan maaf karena lama membalas.

Hal ini berlangsung damai hingga sampai ke suatu topik “Cantik”

“Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan tentang ‘cantik’, aku masih belum bisa menentukan standar yang cocok/sesuai bagiku.” Ucap Dizi.

“I hate all standard about ‘cantik’ “ Balas Anna.

“Itu akan masuk jika untuk general, tapi setiap orang perlu standard… hal ini untuk mengambil keputusan mengenai apa yang akan diperbuat atau ia ambil. Agak melenceng tapi yang bisa dimengerti adalah mengenai makanan, semua punya selera / standard enak masing-masing. Hal tersebut digunakan untuk menentukan apa yang akan mereka makan.”

“Oh ok, aku mengerti. Tapi menurutku, semua perempuan itu cantik… (kecuali aku)”

“Hell, why? kenapa Anna menganggap dirinya tidak cantik?”

“Ya karena engga cantik aja.”

“Na,,, kalo kamu menganggap dirimu engga cantik, aku yang muka dan penampilannya menengah ke bawah bagaimana?”

“Hey… siapa yang kamu bilang menengah kebawah?”

“Na, kita sudah membahas jika kamu itu strong kan. Dan kamu bilang jika kamu memang strong dalam hal mental. Bukan aku jadi berharap tinggi, tapi yang kamu ucapkan kali ini itu berlawanan.” - Sebelumnya mereka sempat membahas mengenai Anna sebagai perempuan yang kuat. Dizi tidak meng-iya-kan tapi melihat dari pemikiran yang sudah cukup dewasa dari Anna, ia juga tidak bisa bilang tidak.

“Hmm…”

“Pertama kita ketemu, feelingnya kaya familiar. I don't know why (then)... tapi sekarang tau, I wanna become something like u.”

“Ya kenapa Di? Aku memandang diriku loh seperti rendah banget.”

“Hell… kalo Anna rendah, aku ini apa? Minus? Anna itu serba lebih… apalagi jika dibandingkan denganku.”

“Stop..”

“Oh… come on… ini seperti halnya beberapa waktu lalu bukan : saat Anna maksa nyebutin kelebihanku. U are strong women right? Kamu lebih estetik, kamu lebih pintar, kamu lebih pandai bersosial, kemampuan bahasa inggrismu sangat baik (ini berguna kan dalam kehidupan sosialmu baik di real life maupun alt.), Pemikiran Anna juga sudah sangat matang.”

“Di…aku jika dibandingkan anak seni itu ya kelihatan basic banget. Aku waktu SMA cuma masuk ranking standard. Iya, sosialisasiku kalo dibandingin anak sosial ya biasa bukan?... Kemampuan bahasa inggrisku standard, ga pernah sampai final tiap olimpiade. Pemikiranku terlihat lebih matang karena karena berada di lingkungan orang yang lebih muda.”

“Hey… jangan bandingin sama yang perfect / yang tertinggi… bandingin sama rata-rata… lebih dari rata-rata itu ya sudah lebih. Kemarin ada yang bilang jika nilai tidak memperlihatkan kepintaran bukan? lalu bagaimana dengan ranking? SMA juga mata pelajaran-nya masih belum spesifik bukan? Estetika kalo dibandingin sama yang rata-rata itu udh lebih… aku yang kaya gini, Anna bilang estetik kan… Kemampuan bahasa inggrismu sudah mencukupi,,, gaperlu menang lomba juga. Aku aja masih mengandalkan google translate.”

“...”

“Pemikiran mu sudah lebih matang dari orang yang ku kenal… Mostly temanku berumur lebih tua dariku… Dan masih banyak yang lebih tua darimu tapi belum memikirkan tentang kedepannya, mereka masih ingin bermain-main. Jadi?”

“Di…”

“Anna ada foto proper ga?” Dizi bertanya sambil mencari-cari foto Anna di galeri foto-nya hingga galeri foto kelas.

“Gada, Pass foto aja paling…”

Dizi mengirim foto Anna dan menuliskan, “Kamu bilang dia ga cantik? Bagiku dia cantik… Ini standar-ku sekarang. Jadi tolong jangan bilang dia tidak cantik, jika masih begitu : ya itu kelebihan Anna (Standard cantik untuk Anna itu lebih tinggi dariku).”

“Di…” Anna mulai menangis.

“Ini pertama kalinya aku bilang cantik ke orang (dari diriku sendiri)... Biasanya dari menurut/penilaian orang lain.”

“Nda tau… aku speechless…”

“Dapatkah kita mengganti topik sekarang? Aku mulai malu, bukan karena apa ya… tapi its first time for me to tell someone beauty/pretty… ke orangnya langsung.”

“Oh oke.. :’ “..

Percakapan kembali berlanjut dengan bahasan-bahasan yang random. Itu merupakan pertama kalinya bagi Dizi, jadi ia ingin mencoba memendamnya sebentar. Ia tidak pernah berekspektasi akan mengatakan hal seperti itu. Sepasang teman tersebut kembali berbincang seperti sebelumnya.


Dimas
Dimas  Seorang manusia yang hobi menulis

Komentar

Video Terbaru