Dimas
Dimas Seorang manusia yang hobi menulis

Tak Tahu [Cerpen]


“Maju-maju, sedikit lagi, yak cukup…” teriakan petugas parkir yang sedang memandu mobil Alo. Malam ini adalah malam yang tidak baik dan tidak buruk buat Alo. Dia ditemani Lili (pacarnya) datang untuk menggantikan seorang pianis. Di sini Alo akan bermain dalam sebuah konser kecil dengan 200an penonton. Alo bukanlah seorang musisi, justru dia adalah seorang ahli it sekaligus penasehat dalam sebuah perusahaan besar. Dia begitu cinta dengan musik sebab musiklah yang telah mempertemukannya dengan Lili, Seorang yang selalu menemani Alo hingga saat ini.

Alo membuka pintu mobil dan mencoba mengambil satu langkah untuk turun, tapi dering handphone menghentikannya. Telepon dari Dida seorang pianis yang sedang ia gantikan ingin berterima kasih padanya dan memohon agar Alo dapat menyukseskan konser ini. Ini adalah konser pertama mereka setelah mereka memutuskan untuk membentuk band dan mengakhiri karir solo mereka. Alo meng-iyakan seluruh ucapan Dida sambil berjalan menuju backstage menyusul Lili yang sudah turun dari tadi.

“Eh, Alo?” panggil suara seorang perempuan.

Alo menoleh ke samping kanan. Duduk seorang perempuan yang tengah ditemani oleh seorang laki-laki. Dia sangat terkejut, ekspresinya down seolah sedang melihat setan. Ia terngiang-ngiang masa lalu karena melihat mantannya, Nila.

“Oh Nila, apa kabar?”

“Baik, kamu sendiri bagaimana?”

“Baik,” “itu pacar baru-mu ya? kenapa ga bilang” ucap Alo menggunakan kode mulut. Dia tidak bisa berbicara seperti biasanya ditambah ekspresinya yang berubah drastis sangat memperlihatkan jika ia sangat gugup.

Tak ada jawaban dari Nila. Hanya senyuman yang muncul dari muka Nila. Alo pun lanjut berjalan menuju backstage meninggalkan sepasang kekasih itu.

“Bagaimana?” Lili menghampiri Alo sambil menyilangkan tangannya.

“Bagaimana apanya?”

“Bagaimana rasanya bertemu mantan?”

“Ga gimana-gimana sih” Alo lanjut menuju anggota band yang akan main.

Lili hanya menggeleng-geleng kepala melihat ekspresi dan sikap Alo yang berubah. Dia agak kecewa melihat perubahan itu. Dia merasa Alo belum bisa move on dari mantannya padahal sudah bertahun-tahun putus. Lili memandangi Alo yang sedang menyapa anggota-anggota band yang kemudian berbicara pada manager bandnya.

“Bagaimana kabarmu Lo?” tanya Nike pacar Dida sekaligus manajer dalam band ini.

“Baik kok.”

“Oke kalo begitu. Makasih ya udah mau gantiin Dida. Kamu tau lah dia sangat ceroboh, udah tau H- beberapa hari malah ngebut-ngebut an di jalan.”

“Ya mau bagaimana lagi, dia memang begitu.”

“Hahaha… ada satu anggota lagi yang belum kamu temui. Nanti dia datang, tolong beradaptasi secepat mungkin ya.”

“Tenang… meski belum melihat kalian tampil, aku sudah sering mendengar permainan kalian saat latihan dari rekaman yang dikirim Dida.”

“Oke aku tinggal dulu.” Nike meninggalkan Alo dan menghampiri Lili.

Para pemain sudah bersiap-siap, sedangkan Alo masih menunggu pemain terakhir. Dari yang dilihat Alo, yang kurang adalah Drummer. Selagi memperhatikan para pemain yang sedang bersiap, ada yang menepuk punggu Alo.

“Hai, kamu pengganti Dida ya… sekaligus,,, mantannya Nila.”

“Oh hay, iya begitulah.”

“Bagaimana rasanya ditinggal Nila? hahaha….” Laki-laku itu menertawakan Alo, tapi Alo hanya diam tanpa menjawab. “Oh iya aku sampai kelupaan. Perkenalkan Dika, drummer di band ini sekaligus pacarnya Nila.” Lelaki itu sungguh menyombongkan dirinya setengah mati. Ia mengulurkan tangannya pada Alo.

“Iya, aku Alo.” jawab Alo sambil menjabat tangannya Dika.

“Iya juga, aku sudah tau namamu dari Nila. Eh jawab dong, bagaimana rasanya ditinggal Nila? tragis banget cerita hidupmu… sudah ditinggal pacar, ditinggal orang tua pula, dan sekarang cuma seorang pengganti.” Dika mulai keblablasan, sedangkan Alo hanya diam meski mukanya mengekspresikan sebuah kekhawatiran.

“Ayo, ayo konser mau dimulai.” Nike menghentikan ucapan Dika seolah tau jika Alo butuh bantuan.

Konser Pun dimulai, Lili yang menyaksikan melalui sebuah layar led berukuran 32 inch di backstage. Ia sebenarnya merasa enggan untuk menonton. Melihat Alo yang menunjukan ekspresi yang tidak menyenangkan membuat Llili merasa demikian. Meski permainan Alo sangat bagus, tapi Lili tau jika itu bukan Alo yang biasanya.

Dua lagu selesai dimainkan, permainan band ini selesai dan dilanjutkan oleh band-band lain. Alo kembali ke backstage dimana sudah ada Lili menunggunya. Lili menarik tangan Alo dan membawanya ke tempat yang lumayan sepi.

“Kamu kenapa si?” tanya Lili

“Kenapa apanya?”

“Sudah 5 tahun kita pacaran, jangan pikir aku tidak tahu kalau ada sesuatu.”

Hening beberapa detik.

“Owh… apa jangan-jangan karena mantan mu itu? kamu belum bisa move on?”

“Engga…”

“Engga bagaimana? saat kita berangkat dari rumah kamu riang seperti biasa . tapi setelah sampai dan ketemu dengan dia kamu berubah drastis” “Aku pacarmu lo,,, 5 tahun kita bareng. apa kamu ga bisa ngelupain dia?”

“ENGGA GITU…” Suara alo tiba-tiba mengeras.

“Kok kamu yang marah si. Sudahlah kamu pulang saja sekarang… biar aku sama Nike aja.” Lili memalingkan badan dan meninggalkan Alo. Sedangkan Alo hanya memandang Lili yang pergi meninggalkannya. Ia berjalan kembali ke mobilnya, merebahkan diri pada bangku empuk mobil sambil memandang ke samping kiri membayangkan Lili ada di sampingnya. Sedangkan Lili menghampiri Nike, dia memeluk lengan Nika dan menyandarkan kepalanya. Baru sebentar, Nike pun mengajak Lili untuk duduk.

“Ada apa?” Tanya Nike

“Aku gatau kenapa, Alo tiba-tiba aneh… dan juga setelah sekian lama dia tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi padaku.”

“Lalu kenapa kamu justru kembali ke sini?”

“Ya mau bagaimana lagi? Dia sudah marah seperti itu, padahal harusnya aku yang marah.”

“Marah? kenapa kamu yang harus marah?”

“Dia kan baru saja ketemu mantannya, dan dia berubah setelah itu. Mungkin dia belum move on?!!”

“Masih mungkin kan?!! Ayolah kamu jangan egois. Masa harus Alo yang selalu mengalah untuk mu.” Nike sambil mengeluarkan handphone sekaligus earphone. “Coba dengarkan ini!”

Lili mendengarkan sebuah rekaman pembicaraan antara Alo dengan Dika. “Apa maksudnya? Apa maksudnya kisah tragis itu?”

“Tidakkah seharusnya kamu tanya ke Alo langsung biar jelas?”

“Iya juga sih… tapi btw ini kan bisa dibilang tindak kriminal.”

“Aku melakukan ini awalnya karena disuruh Dida saat dia tidak bisa datang latihan. Kukira hal seperti ini adalah untuknya, tapi dia justru berkata ‘kamu adalah managernya, kamu harus tau bagaimana komunikasi antar anggota.’ Hal itu agak memaksa si,,, tapi terbukti kan selalu ada pembicaraan yang berbeda saat aku tidak ada, ya seperti ini contohnya.”

“Apa-apaan itu. Bagaimana bisa Dida punya pemikiran sampai seperti …”

“Sudahlah bukan apa-apa, Kita tidak akan tahu apa yang mereka pikirkan jika kita tidak bertanya langsung pada orangnya.”

Lili menepuk-nepuk pipinya, “Baiklah aku pergi dulu, semoga dia belum pulang.”

“Semangat…” Ucap Nike sambil melambaikan tangan mendampingi langkah kaki Lili yang perlahan menjauh.

Langkah demi langkah menambah keyakinan Lili akan keinginannya untuk tetap bersama Alo. Dalam hatinya juga ada keyakinan jika Alo belum pulang, Alo masih menunggunya. Hingga sesampainya dia di parkiran, ia tidak terkejut sama sekali melihat mobil Alo masih di sana. Ia perlahan mendekati mobil dan melihat ada Alo sedang merebahkan diri di bangku supir. Tanpa mengetuk pintu Lili langsung masuk, dan memandangi Alo yang tengah menatap langit-langit mobil meski entah kemana pikirannya.

“Mengungguku?”

Alo hanya terdiam tak menjawab

“Yang,,, aku mau tanya sesuatu.” Alo tak menjawab tapi sudah memalingkan wajahnya menatap Lili, “Kisah tragis itu apa? Ditinggal pacar dan orang tua?”

“Kamu mau tau?” Alo akhirnya menjawab dan menumbuhkan senyuman lega dari muka Lili.

“Tentu aku mau tau… aku ini pacarmu…”

“Aku tak tahu berapa tahun yang lalu, yang pasti saat itu adalah awal-awal masa SMA kelas 3. Aku tak tahu alasannya, tiba-tiba dia mengajak untuk putus. Awalnya aku iya-iya aja, tapi ya pasti ada rasa kehilangan setelahnya. di masa-masa aku merasa kehilangan itu, tepat 1 minggu lebih 3 hari setelah aku putus, ayahku terlibat dalam sebuah kecelakaan dan dia meninggal . Harusnya dia selamat tapi karena berusaha menyelamatkan seorang anak kecil yang juga terlibat dalam kecelakaan beruntun itu dan ia justru kehilangan nyawanya.” Mata Alo mulai memperlihatkan kesedihan. “Ya itulah kisah haru yang kamu tanyakan dengan sebutan kisah tragis.”

“Kisah haru?”

“Ya kisah haru… tentang aksi heroik ayahku yang menyelamatkan anak kecil dengan mengorbankan nyawanya. Meski seharusnya dia sadar jika dia juga punya seorang anak yang akan sendirian jika ia tinggal. Dari situ aku mengetahui rasanya sendiri, benar-benar sendirian… ya jadi kisah tragis lagi sih bukan haru.”Di akhir Alo memecahkan suasana.

“Gimana sih,,, kok malah jadi labil.” Lili tersenyum dan tawa pelan lepas dari mulut nya sesekali.

“Ya gimana lagi, sendirian loh… ya itulah yang aku pikirkan hingga saat ini. Aku gamau merasakan hal seperti itu lagi.”

“Kenapa kamu ga cerita ke aku si?”

“Apa kamu ga inget?? Kan waktu aku mau cerita kamu tiba-tiba memelukku dan sok nenangin padahal ceritanya belum selesai.”

“Hehe, jangan bilang sok dong… aku cuma gamau kamu sedih karena ingat tentang orang tuamu dulu.”

“Ya kan ending nya juga bagus, paman dan bibiku membantuku hingga bisa kuliah dan ketemu kamu.” Alo membelai kepala Lili. “Li…??!!!”

“Apa?” sepasang kekasih ini saling menatap.

“Mungkin ini terlalu lama. maukah kamu menikah denganku?”

Setetes demi tetes air mata mulai keluar dari mata Lili “Benar sekali, ini terlalu lama… kenapa baru sekarang?” Lili mengusap air mata menggunakan lengannya.

“Apa kamu ingat ucapanku dulu? penampilan band pertama kita setelah jadian?”

“Hmm… ‘Aku akan menggunakan seluruh uangku dari musik untuk membuatmu berada di sisiku yang sebenarnya.’ itu yang kamu bilang.”

“Ya benar, uang hasil manggung dari dulu sampai sekarang belum pernah kupakai. Sekarang mungkin sudah cukup untuk menikahimu.”

“Ya kalo kamu tambahkan gajimu sebagai ahli IT sekaligus penasehat dari perusahaan yang super besar itu pasti sudah sangat, sangat, sangat lebih dari cukup.” Pipi Lili menggembung cemberut.

“Hahaha, iya juga si. Tapi apa kamu ingin aku mengingkari ucapanku?.

“Engga si. Btw itu si drummer kalo tau pekerjaanmu yang sebenarnya pasti melongo… Apanya yang cuma pengganti, dia ga tau kalo itu cuma hobi.” Lili tertawa

“Makasih ya mau tetap bersamaku.”

“Tentu sayangku yang hari ini tiba-tiba labill…” Lili mencubit pipi Alo, “Btw kamu kok ga terkejut kalo aku tau pembicaraanmu dengan Drummer menyebalkan itu?”

“Palingan juga dari Nike… ya kan?” Alo membalas cubitan Lili. “Tapi ya Li… yang membuatku kepikiran bukanlah bertemu mantan. Yang ku ingat adalah ayahku, sudah lama aku tidak pulang dan mengunjungi makamnya, aku juga sudah lama belum menemui Paman dan Bibi yang membantuku.”

“Iya sih, kamu hanya berbicara melalui telepon dan itu saja mereka yang meneleponmu. Kamu ga pernah menemui mereka, padahal mereka sangat perhatian padamu dari dulu hingga sekarang, seperti anaknya sendiri. Yuk Pulang…”

“Eh,,, bagaimana dengan jawabannya?”

“Masih ditanya lagi? Kalo gitu…” Lili memeluk Alo, “Sudah tau jawabannya?”

“Hmmm… baiklah…”

Lili melepas pelukannya “Lagipula jangan kepadaku bilangnya, jawabanku sudah pasti. Tau kan harus bilang pada siapa” Telunjuk Lili sampai di depan hidung Alo.

“Baiklah kalau begitu ayo…”

Alo menghidupkan mesin mobilnya, memundurkan mobilnya sesuai arahan petugas parkirnya dan membayarnya, lalu tancap gas menuju rumah Lili. Ditengah perjalanan Lili mulai mengeluarkan air mata kebahagiaan. “Kita sudah sampai sini ya,,,” Alo hanya membalas dengan anggukan. Lili lanjut menangis lepas yang tak bisa ia tahan, meski bibirnya memperlihatkan senyuman manis yang bahagia.

Sampailah mereka di depan rumah Lili, dimana orang tuanya tengah duduk menunggunya. Alo dan Lili keluar dari mobil, Alo menggandeng tangan Lili yang tengah mengusap menghilangkan air matanya. Orang tua Lili hanya tersenyum dari kejauhan, mereka seolah tau apa yang telah terjadi setelah melihat wajah anaknya yang terlihat bahagia dalam sebuah tangisan. “Yuk masuk, mari kita bicarakan tentang pernikahan kalian.” Ucap ayah Lili setelah Alo berada tepat di depannya.

Note : Tak tahu di sini tidak merujuk pada apapun, tapi memang aku tak tahu mau diberi judul apa.

Dimas
Dimas  Seorang manusia yang hobi menulis

Komentar

Video Terbaru