Dimas
Dimas Seorang manusia yang hobi menulis

Kekuatan dan Tanggung Jawab [Cerpen]

Sebuah kedai kecil dengan jendela kaca yang besar hingga pengunjung dapat melihat pemandangan luar. Lalu lalang orang-orang terlihat jelas dengan sekumpulan bangunan tinggi di seberang jalan.

‘Krincing’ suara lonceng pintu dibarengi sesosok wanita muda dengan jaket tebalnya masuk kedalam kedai. Ia berjalan menuju salah satu meja didekat jendela, dimana sudah ada seorang laki-laki yang seumuran dengannya tengah duduk.

“Hai Zi, lama menunggu” ucap wanita itu sembari menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Dizi, teman baiknya.

“Yah seperti biasa…” Dizi selalu datang 30 menit lebih awal dari waktu ketemuan dengan Anna. Hal itu memang kebiasaan Dizi untuk datang lebih awal di semua pertemuan.

“Apa kamu tidak pernah kecewa jika tiba-tiba orang yang membuat janji denganmu datang terlambat atau bahkan tidak datang?” Anna sembari melambaikan tangannya kepada barista dan meberikan jempolnya yang merupakan kode untuk pesanan seperti biasanya.

“Sering, tapi karena aku kecewa dan tidak menyukainya maka aku tidak akan melakukannya.” 

*hening*

Sebuah teh early grey tanpa gula dengan dua potong roti datang ke depan Anna melalui tangan waiter kedai. Di sisi lain ada segelas americano serta satu potong roti yang sudah tidak utuh.

Anna mengangkat cangkir dan meminum seteguk teh lalu mengembalikan cangkir ke tempat awal “Dulu kamu sangat merendah dan tidak tahu kelebihanmu sama sekali. Padahal dari situ saja sudah terlihat betapa teraturnya kamu.”

“Hahaha… rasa pesimis dan merendah tetap tertanam, jika aku melupakannya tentu aku tidak akan berkembang dan stagnan di sini saja”

“Kenapa manusia harus berkembang? Apa itu sebuah keharusan? Apa itu sebuah hal positif?” Pembicaraan mulai ke arah yang lebih dalam seperti biasanya.

“Kita tumbuh, umur kita bertambah, dari sudut pandang orang lain kita sudah bisa mandiri. Jika kita tidak berkembang maka kita akan tertinggal karena orang tua kita tidak mungkin terus merawat kita seperti anak kecil. Mereka juga memiliki batasan sendiri.”

“Semakin kita berkembang, maka semakin besar tanggung jawab yang kita miliki. Seperti dalam film-film superhero bukan? Semakin besar kekuatannya maka tanggung jawab yang dia emban juga semakin besar.”

“Yah tapi kamu melupakan sosok antagonisnya. Di sana mereka juga dibekali kekuatan besar, tapi mereka memilih jalan yang berbeda dengan menggunakan kekuatannya sesukanya. Bahkan pahlawan juga seperti itu bukan? dia memiliki pilihan untuk menggunakan kekuatannya untuk membantu atau melakukan hal sesukanya.”

Sembari mengolah ucapan Dizi, Anna melihat keluar jendela. Terlihat sesosok Ibu yang tengah menenangkan anaknya yang jatuh dan menangis. “Dulu kita tidak perlu memikirkan hal-hal serumit ini, yang kita pikirkan hanyalah bermain dan semua rasa sakit/sedih akan diobati oleh orang tua kita.”

Dizi ikut melihat apa yang sedang dilihat oleh Anna. “Kamu melihatnya ya?”

“Ya begitulah… rasanya aku ingin kembali ke masa itu,”

“Bukankah saat kecil kamu ingin segera dewasa agar dapat melakukan hal yang kamu suka?”

“Dulu aku tidak tahu jika menjadi dewasa adalah hal yang serumit ini.”

“Tuh… Semakin lama masa hidupmu, semakin banyak pengalaman yang kamu lihat dan menjadi pelajaran bagimu. Kecuali kalo kamu hanya mengurung diri di kamar tanpa melihat dunia luar termasuk yang ada di sosial media.”

“Hmmm… Lihatlah ekpresi ibu itu… betapa lelahnya dia. Memendamnya sendiri tanpa ingin anaknya tahu. Kenapa dia tidak memberitahunya ya?”

“Kamu yakin menanyakan hal itu?”

“Tidak-tidak… aku sendiri sudah tahu jawabannya. Dari segi fisik maupun mental anak itu belum mampu untuk mengemban hal-hal semacam itu.”

“Ya karena itulah ibunya memendam masalahnya sendiri dan berusaha agar anaknya tetap bahagia tanpa perlu memikirkan masalah yang ada. Mereka tahu jika dia belum cukup kuat. Di sisi lain semakin anak itu dewasa, maka harapan agar dia belajar dan mampu mentahasi masalahnya sendiri juga semakin besar.”

“Apa orang tua mereka benar-benar menuntut anaknya seperti itu?”

“Tuntutan secara langsung mungkin jarang ada. Tapi setidaknya mereka berfikir jika mereka tidak bisa selalu bersama anak mereka, oleh karena itu dia berharap anaknya dapat tetap melanjutkan jika mereka sudah tidak ada.”

Anna mulai kembali memalingkan wajahnya ke Dizi seterlah ibu dan anak yang terus dia lihat telah beranjak pergi. “Lalu bagaimana menurutmu jika ada orang yang berharap lebih dari kita dibandingkan dengan orang yang seumuran denga kita?”

Dizi mengangkat cangkirnya dan membuat hening sesaat sembari memikirkan jawaban untuk pertanyaan Anna. “Harapan tentang bisa mengatasi masalah sesuai usianya itu merupakan kriteria umum saja. Tapi kita menempuh pendidikan yang berbeda-beda, ada yang samapai SMA saja, ada juga yang sampai Sarjana. Dari situ harapan orang tentu berbeda terharap masing-masing orang. Selain itu dari sisi penampilan juga tetap diperhitungkan, ada yang terlihat pintar meski biasa saja, ada yang terlihat biasa saja meski sebenarnya pintar. Semua bergantung sudut pandang dan wawasan orang menilai kita.”

“Kenapa kamu selalu menggunakan kata harapan?”

“Karena tidak semuanya berupa tuntutan, kebanyakan adalah harapan atau ekspektasi mereka yang menilai kita. Mungkin kita mereasa terbebani akan ekspektasi itu sehingga menganggap itu sebagai tuntutan. Tapi kembali lagi, semua keputusan ada ditangan kita sendiri.”

“Dengan segala usaha orang tuaku hingga aku menjadi sekarang ini, entah apa yang mereka harapkan dariku? Aku selalu memikirkan itu dan benar katamu, aku seolah menanggap jika kesuksesaan adalah tuntutan yang diberikan padaku. Tapi,,, itu hanya anggapanku saja, aku tidak pernah bertanya pada mereka tentang apa yang mereka harapkan dariku.”

“Pada akhirnya yang menuntut diri kita untuk sukses adalah diri kita sendiri, yang mana mungkin mereka hanya ingin kita bahagia.”

“Bahagia ya… aku masih belum memikirkannya, entah apa makna bahagia?” Dizi tersenyum mendengar pertanyaan Anna kali ini, tapi dia tidak langsung menjawab melainkan fokus pada kopi dan rotinya untuk sesaat.

Selesai~

Dimas
Dimas  Seorang manusia yang hobi menulis

Komentar

Video Terbaru